Selasa, 10 Maret 2015

matsuri matsuri di Jepang " setsubun"

tugas ini tugas kuliah saya dalam mata pelajaran pola pemikiran masyarakat Jepang tahun 2013

PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Masyarakat Jepang merupakan masyarakat homogen,baik secara rasial maupun secara budaya,sebagaimana dinyatakan oleh Nakane (1920) “menekankan ciri homogenitas atau satu ras”.Bangsa Jepang juga memiliki kebudayaan yang unik dan beranekaragam jenisnya kebudayaan tersebut mencakup;festival,upacara,kesenian,makanan,upacara dan sebagainya. Menurut Koentjaraningrat (1990:180) menekankan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan  masyarakat yang dijadikan  milik manusia dengan belajar.  Di dalam konsep kebudayaan tersebut mencakup tujuh unsur universal, yakni; sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan,sistem pengetahuan, bahasa,kesenian,sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan.Salah satu bagian dari sebuah kebudayaan adalah religi.Salah satu aspek religi adalah ritual.Ritual adalah segala sesuatu yang dihubungkan dengan upacara keagamaan.Oleh karena itu, ritual erat kaitanya dengan sebuah upacara menurut agama dan kepercayaan tertentu. Di Jepang, terdapat lebih dari 200.000 organisasi keagamaan, dan mayoritas berorientasi pada agama Shinto dan Buddha. Kedua agama ini memiliki penganut yang paling mendominasi di Jepang sejak lebih dari 10 abad yang lalu. Shinto (神道) adalah kepercayaan yang mengacu pada animisme serta dipercayai merupakan agama asli bangsa Jepang. Kata Shinto berasal dari tulisan Cina Shen Tao yang berarti Jalan Ketuhanan (The Way Of Kami). Di dalam Hemp Culture in Japan (2007), disebutkan bahwa arti dari Jalan Ketuhanan ini merupakan sebuah ekspresi ritual dari sebuah rasa hormat kepada kami () wujud Tuhan dalam bentuk roh) dalam kehidupan sehari-hari. Kesucian dan kesuburan menjadi hal yang terpenting di dalam ajaran Shinto.Shinto  memiliki banyak sekali upacara dan perayaan (matsuri). Dalam menjalankan upacara atau perayaan tersebut, terdapat  ritual-ritual tertentu dalam pelaksanaannya. Dalam kepercayaan Shinto, ritual memiliki tujuan untuk mengusir roh-roh jahat melalui penyucian dan doa. Shinto dikarekteristikan dengan perayaan dan festival dengan tujuan untuk hidup dalam pertalian dengan alam, memuja kami dan melakukan ritual penyucian.Perayaan –perayaan tersebut dihubungkan dengan kalender tahunan.
            Aktivitas keagamaan yang dilaksanakan di kuil Shinto menggambarkan perubahan musim dan kebanyakan di antaranya berhubungan dengan  kegiatan menanam dan memanen padi. Perayaan ini ,masih diadakan di berbagai kuil, bersamaan dengan upacara penyucian tahun baru dan tengah tahun untuk menyucikan polusi tubuh dan jiwa. Beberapa kuil mengadakan upacara tahunan, seperti upacara Mame-maki (豆撒き) yang diselenggarakan pada festival  Setsubun (節分)  yang merupakan upacara untuk menyambut musim semi dan mengusir pengaruh roh jahat.
















PEMBAHASAN
            Pada awal tahun, setiap tanggal tiga atau empat Februari diadakan festival Setsubun (節分) di seluruh pelosok Jepang, jatuh pada akhir periode yang ditetapkan oleh kalender matahari, yaitu masa daikan (hari terdingin dalam musim dingin).Setsubun (節分) memiliki adalah tradisi mengusir oni (),sejenis  jin dalam dongen Jepang. Setsubun (節分) secara harafiah memiliki artipembagian musim yakni pada hari pertama datangnya musim semi (haru), musim panas (natsu), musim gugur (aki), dan musim dingin (fuyu). Istilah “Setsubun” digunakan untuk menyebut hari sebelum datangnya musim semi (risshun), sedangkan hari-hari Setsubun (節分) yang lain terlupakan. Risshun( 立春) sangat erat sekali dengan awal musim semi.Tahun baru Cina biasanya dirayakan sekitar periode ini.Para petani sering kali merayakan upacara .risshun( 立春) dengan mengadakan acara-acara special, pemujaan dan persembahan kepada Tuhan, serrta untuk kebahagiaan dan kemakmuran.
            Sosnoski (1996:09) menjelaskan tentang Setsubun (節分) sebagai berikut: Aslinya, jika dilihat berdasarkan kalender Cina, Setsubundimulai pada awal musim semi seperti namanya. Dengan menyeruka “ setan diluar, kebahagiaan didalam”, hal ini bukan hanya sekedar upacara doa, tetapi juag merupakan harapan akan sebuah awal yang baru.
            Menurut Inokuchi (1993 :71), upacara dalam Setsubun (節分) yang merupakan upacara asli Negara Cina yang disebut Tsuina (追儺) (Zhuino atau Chui No) yang merupakan upacara mengusir roh jahat sejak dinasti Zhuo (Chuo) (1027 SM-256 SM), dan merupakan upacara yang dilandasi  oleh kepercayaan agama Buddha yang kemudian pada abad ke-9 diadaptasi oleh bangsa Jepang. Tsuina atau biasa disebut dengan Oni-yarai atau Oni-oi, adalah sebuah perayaan tahun tahunan yang dimulai pada zaman pemerintahan Kaisar Monmu (697-708 SM) dan dirayakan di halaman utama kerajaan.
            Ritual Mame-maki (豆撒き) Dalam Setsubun (節分)
            Menurut Inokuchi (1993 :71), kaitan festival Setsubun (節分) dengan upacara Mame-maki telah ada sejak zaman Muromachi (室町) (1333-1568). Upacara ini berkaitan dengan upacara Tsuina (追儺) yang berasal dari Zhuo Cina.Mame-maki (豆撒き) (upacara melempar kacang) merupakan upacara yang paling umum diadakan pada festival Setsubun.Kepercayaan orang Jepang bahwa jika melempar kacang pada hariSetsubun (節分) akan menjauhkan ketidakberuntungan dan mendatangkan kemakmuran untuk semua anggota keluarga sepanjang tahun tersebut. Ritual pelemparan kacang juga diadakan di rumah-rumah orang Jepang.Para anggota keluarga melaksanakan Mame-maki(豆撒き) dengan tujuan untuk mengusir roh jahat dan bibit-bibit ketidakberuntungan, serta harapan agar diberkahi kesehatan dan kelancaran bagi usaha mereka.Mame () diletakkan dalam sebuah masu (mangkuk kayu()) yang kemudian akan dilemparkan ke seluruh ruangan sambil meneriakkan “Oni wa soto! Fuku wa uchi!(鬼は外! 福は内!)”yang artinya “Keluarlah roh jahat!, Masuklah keberuntungan!”.Disini juga terdapat unsur Shinto pada penyebutan kata-kata tersebut, yakni unsur norito (doa). Anggota yang lahir pada zodiak atau shiodimana  tahun ini berlangsung, memegang peranan sebagai toshi otoko (年男) dan melempar kacang di seluruh bagian rumah. Biasanya kacang dilempar dua kali pada arah yang berlawanan.Pada masa sekarang ini, orang tidak terlalu memperhatikan kea rah mana mereka melempar kacang.Satu-satunya arah yang dianggap sebagai arah yang paling tidak beruntung bagi orang Jepang adalah timur laut yang biasa disebut dengan kimon (鬼門) (gerbang roh jahat).
            Setelah pelemparan kacang, terdapat kebiasaan memakan kacang.Anggota keluarga boleh mengambil kacang sesuai dengan usia mereka pada tahun tersebut dengan harapan memakan kacang dapat membawa keberuntungan selama satu tahun. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan tentang yakudoshi (厄年), yaitu kepercayaan mengenai usia yang dianggap kurang beruntung, yakni usia dua puluh lima, empat puluh dua, dan enam puluh bagi laki-laki, sedangkan wanita pada usia sembilan belas dan tiga puluh tiga tahun. Diantara usia tersebut, usia yang dianggap paling tidak beruntung bagi wanita adalah tiga puluh tiga tahun sedangkan laki-laki empat puluh dua tahun. Pada usia ini disebut juga daiyaku (usia yang paling tidak beruntung). Biasanya terdapat kebiasaan bagi orang-orang yang dianggap berada pada usia yang dianggap kurang beruntung, yaitu, mengambil kacang sebanyak mungkin sejumlah usia mereka, kemudian membungkusnya bersamaan dengan beberapa koin dalam selembar kertas putih, setelah itu melemparkannya ke jalan raya. Tindakan ini dipercaya dapat menjauhkan mereka dari segala kesulitan selama tahun tersebut. Pada masa sekarang ini, hal yang berkaitan dengan kebiasaan masyarakat Jepang pada hari Setsubun yaitu, memasang ranting pohon hiiragi () dengan menusukkan kepala ikan sardine (iwashi ()) yang telah dibakar dan bawang putih di ranting hiiragi tersebut. Hal ini juga merupakan asal-muasal upacara melempar kacang (Mame-maki (豆撒き)) kea rah yang dianggap kurang beruntung dengan tujuan untuk mengusir roh jahat () lebih dikenalnya dengan sebutan namahage (なまはげ) salah satu jenis festival pengusiran roh jahat.
            Pada tanggal tiga atau empat Februari setiap tahunnya, seluruh kuil Shinto (jinja(神社)) di Jepang mengadakan festival Setsubun(節分).Upacara yang paling umum dilaksanakan pada festival Setsubun adalah Mame-maki (豆撒き) upacara melempar kacang.Pelaksanaan upacara Mame-maki itu sendiri memiliki pengaruh dan unsur-unsur yang didasari oleh kepercayaan Shinto.
            Pengaruh Shinto yang terdapat pada upacara Mame-maki (豆撒き)  yakni ditemukan pada unsur-unsur penting upacara menurut kepercayaan Shinto, yaitu; penyucian (harai (払い)),persembahan( shinsen(神饌)),doa (norito(祝詞)), dan  pesta simbolik (naorai (直礼)), beberapa benda atau alat  yang digunakan yang memiliki pengaruh Shintodi dalamnya. Upacara pelemparan kacang dan ritual panahan yang dilaksanakan sebelum upacara pelemparan kacang, termasuk kedalam jenis ritual yaku-barai(厄払い),yakni ritual penyucian yang bertujuan untuk menetramkan kami yang membawa pengaruh buruk atau lebih sering disebut roh jahat. Oleh karena itu diadakan penyucian harai (払い) untuk menjauhkan segala pengaruh buruk yang dibawa oleh  oni().
Pengaruh buruk tersebut dapat dikatan juga sebagai kotoran (tsumi).Yang disebut dengan kekotoran adalah penyakit, baik itu penyakit yang disebabkan karena hukuman kami, kekotoran karena terkontak fisik, dan pengaruh buruk yang dibawa oleh roh jahat. Mame yang digunakan pada uipacara utama, serta busur (hamaya(破魔矢)) dan anak panah (hamayumi破魔弓)) yang digunakan pada ritual panahan, juga mendapat pengaruh Shinto di dalamnya. Sebelum pelaksanaan upacara Mame-maki, dipersembahkan beberapa objek seperti; gomei,mame,sake,dan anak panah (hamayumi) di atas meja dengan tujuan untuk dipersembahkan kepada kami.Dalam pengunaan objek-objek tersebut terkandung pula pengaruh unsur-unsur dari Shinto di dalamnya.Pada sesi terakhir upacara Mame-maki, setelah pelemparan kacang di berbagai kuil para peserta upacara akan dibagikan sake, mochi, teh, dan mame, bahkan anak panah (hamayumi) untuk dipersembahkan di kamidana, untuk dimakan dan dibawa pulang untuk dibagikan kepada anggota keluarga yang lain. Hali ini merupakan tindakan naorai menurut Shinto.
Berikut ini adalah gambar perayaan setsubun :
Oni sedang kesakitan dilempari kacang, lukisan karya KatsuhikaHokusai.






Proses Mame-maki (pelemparan kacang) di depan kuil jinja




Gambar:
topeng oni(setan()),fukumame(kacang/kedelai bakar(福豆)),ehomaki(sushi rol panjang (恵方巻))
Tradisi Setsubun
          Setsubun yang dikenal di Jepang sebagai upacara perayaan tradisonal,yang biasanya dirayakan pada hari sebelum musim semi dimulai dan upacara  ini sebagai tanda musim dingin yang panjang telah berakhir.
Melempar kacang
Kacang kedelai yang sudah disangrai matang dilempar-lemparkan ke arah pemeran "oni".Tradisi melempar kacang merupakan perlambang keinginan bebas dari penyakit dan selalu sehat sepanjang tahun. Oni korban lemparan kacang dipercaya akan lari karena kesakitan.Upacara Mame-maki (melempar kacang) yang memiliki tujuan mirip-mirip di kuil agama Buddha dan Shinto. Kacang yang dilempar-lemparkan biasanya adalah kedelai, tapi sering diganti dengan kacang tanah.
Kacang dilempar-lemparkan sambilmengucapkan mantera "Oni wa soto, fuku wa uchi" (Oni ke luar, keberuntungan ke dalam). Di beberapa daerah yang memiliki kuil yang dipercaya ditinggali oni, mantera dibalik menjadi "Oni wa uchi, fuku wa soto (Oni ke dalam, keberuntungan ke luar), atau kedua-duanya diminta masuk ke dalam. Di rumah yang ditinggali orang yang memiliki nama keluarga dengan aksara kanji "Oni" () seperti "Onizuka" atau "Kitō," mantera juga tidak mengusir "Oni" ke luar.Di sekolah-sekolah dasar, upacara melempar kacang dilakukan murid berusia 12 tahun. Anak-anak yang berusia 12 tahun memiliki shio yang sama dengan shio untuk tahun itu. Kuil agama Buddha dan Shinto yang bekerjasama dengan taman kanak-kanak dan tempat penitipan anak mengadakan upacara melempar kacang oleh chigo (anak-anak kecil yang dirias) dan miko (pelayan wanita). Kuil besar mengadakan acara melempar kacang yang dilakukan atlet dan orang terkenal.Bungkusan kacang keberuntungan dilemparkan ke tengah-tengah khalayak ramai untuk ditangkap atau dipungut.
Makan sushi
Di daerah Kansai terdapat tradisi makan sushi yang disebut ehōmaki (sejenis futomaki yang belum dipotong-potong).Sushi dimakan tanpa berhenti sambil menghadap ke arah mata angin tempat bersemayam dewa keberuntungan untuk tahun tersebut.Sushi dipegang dengan kedua belah tangan dan orang yang sedang makan dilarang berbicara sampai sushi habis dimakan.
Kepala ikan sarden
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/4b/Setsubun%2C_hiragi_iwashi.JPG/220px-Setsubun%2C_hiragi_iwashi.JPG
Gambar :kepala sarden sebagai jimat
Di beberapa daerah di Jepang, orang menggantung kepala ikan sardin dan ranting pohon hiiragi di atas pintu rumah.Tradisi tersebut dilakukan untuk mengusir oni yang dipercaya lahir pada hari setsubun.












SETSUBUN MATSURI
Makalah ini dibuat sebagai tugas Ujian Tengah Semester Ganjil 2013/2014

DI SUSUN OLEH
Arini Ambarwati                                     (105110201111066)

JURUSAN BAHASA dan SASTRA
PROGRAM STUDI SI SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013



DAFTAR PUSTAKA

Lawanda, Ike iswari. 2004. Matsuri, Jakarta Selatan : Wedatama Widyatama Sastra
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2008-2-00319-JP%20Bab%204.pdf
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisi kisi soal ujian visa prancis

Hallo teman teman yang mau menghadapi ujian bhs prancis untuk dapetin visa aku ada beberapa kisi kisi. Ini soal seingat saya ketika melakuka...